Fenomena Hidup
by: Asep Dendang Herdiana.-
Segelas teh pahit cukuplah mengguyur haus
tubuh melepuhku di bentang siang,,,
panas dan pahit begitu kental
perpaduan apik aroma wangi sesaji
di gelas tehku
Sementara bayang-bayang rindu
terkapar disengat terik mentari
bersimbah peluh namun tak menyurutkan
cengkarama kangen lentik bulu matamu
yang selalu mengipasi kata lembut
kala ku bersandar diterik siang seperti ini
ingin kulempar mentari dengan gelas tehku
agar awan sedikit mengurung
biar semesta tak banyak berceloteh
panassss,,,,,
haussss,,,,,,,
gerahhh,,,,,,
Namun yang lebih memekakkan telingaku
adalah rengek nenek tua renta
di simpang lampu merah itu
dengan mata cekut, kulit gosong
jalan sempoyong dilumat mentari garang siang
menggigil tertatih-tatih jalan terhuyung
sambil menengadahkan tangan meminta-minta
Pak hausss,,,,
bu laparr,,,,,,,
kami belum makan dari pagi
sampai seterik siang ini gumamnya
Renyuh hatiku,,,,
ingin kuberikan gelas teh yang kepegang ini
tapi air masih panas
mampu melepuhkan bibir mudaku
apalagi kukasih minum nenek renta
apa iya mau juga
cukuplah kukasih sepotong doa
Wahai para penguasa sadarlah
sadarlah jangan tengadah keatas terus
menghitung uang saku dan mimpi-mimpimu
nenek tua hampir sekarat
belum makan,,,,karena jatah makannya
masuk di saku tabungan gendutmu
berilah selembar uang ribuan
bagi mereka sudah cukup
dari pada janjikan jutaan janji manis
tiada bukti
bukankah undang-undang kita
mengatur hak hidup mereka
tapi mengapa hanya hak hidup kamu saja
yang melintas di otak kotormu
Sementara mentari kian menerik
membakar semesta
meluruhkan peluh aku dan rengek nenek ranta
larut tergenang di air mata
gelas tehpun kutumpahkan saja
biar haus dan lapar nenek renta itu
berimbang sama dengan dengan dahagaku jua.-
by: Asep Dendang Herdiana.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar