KABAR KABUT
by : Dhara Zelita
Sudah sembilan bulan ia tidak bersajak,
sejak langit terlihat terlalu biru,
sehingga tidak ada sesuatu yang baru,
yang bisa dijadikannya larik-larik menarik.
Aku mau langit berwarna coklat serunya bosan,
ia pun menggambar langit dengan crayon warna tembakau.
Seseorang tertawa, tawa yang membuatnya lumpuh,
tawa dalam kabut.
Luluh.....ia pun mengejar kabut jauh.
Kabut yang membelai helai-helai rambut,
bukankah kau perempuan kuning ?
Mengapa tidak menggambar matahari berwarna mentega ?
Ia terpukau, kabut itu secoklat langit dengan taburan wangi tembakau.
Tiba-tiba saja dadanya sibuk dengan debar yang menyerbuk....
sejak langit terlihat terlalu biru,
sehingga tidak ada sesuatu yang baru,
yang bisa dijadikannya larik-larik menarik.
Aku mau langit berwarna coklat serunya bosan,
ia pun menggambar langit dengan crayon warna tembakau.
Seseorang tertawa, tawa yang membuatnya lumpuh,
tawa dalam kabut.
Luluh.....ia pun mengejar kabut jauh.
Kabut yang membelai helai-helai rambut,
bukankah kau perempuan kuning ?
Mengapa tidak menggambar matahari berwarna mentega ?
Ia terpukau, kabut itu secoklat langit dengan taburan wangi tembakau.
Tiba-tiba saja dadanya sibuk dengan debar yang menyerbuk....
1809'12
by: Dhara Zelita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar