Senin, 29 Juli 2013

DISEBUAH PUISI - by : Raga Tak Bernama


DISEBUAH PUISI
by : Raga Tak Bernama

Menjelang usia diantara maghrib dan isya
bulir-bulir waktu di matanya masih jua utuh,
seperti rinai di rembang petang,
seperti bintik-bintik bening di pundak siang.
Seperti ajal mau menjemput? "bukan."
sanggahnya sambil melenggang.

Penyair itu sudah lelah sesungguhnya,
sudah di bujuknya huruf-huruf ke sebuah puisi
dalam almari dengan pintu terkunci.
Tapi perempuan dalam imajinasi itu bilang,
"Tulis dong rindu yang menjulang, yang birunya cemerlang."

apa yang lebih biru selain lautan?
"Berisik ah," penyair itu geregetan.
Di hunusnya pena pada secarik kertas,
di hamburkannya kata-kata di langit cerah,
ke sana burung-burung mencari arah.
Dari sana sayap-sayap malam akan merendah.
"Jiwaku tenang sekarang," bisik perempuan itu senang.
Ia pun menatap kehamparan, ke tempat huruf-huruf bersentuhan.
Di kejauhan, hujan pun turun perlahan-lahan.-

*   *    *

21 Juli 2013
Ilustrasi dari Internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar